Review Film Psikologi Hari Ini: Dua Hati Biru (2024)


sumber: detik.com/jateng

Sebelum review, aku akan basa-basi sedikit. Kayaknya lama-lama aku jadi memfavoritkan beberapa film karya Gina S. Noer, deh. Film-film yang dibuatnya tuh bener-bener berkualitas! Lalu, aku salut banget untuk bisa ajakin syuting balita! Pemeran Adam, Farrell Rafisqy, adalah kelahiran 2019 tapi pintar banget berakting di depan kamera. Gak kebayang banget gimana si Angga Yunanda, Nurra Datau dan segenap aktor aktris lain untuk bisa bonding sama si Farrell ini. Tahu sendiri kan ya, balita tuh lagi fase aktif-aktifnya. Review kali ini mungkin akan (cukup) panjang karena memang bener-bener film ini isinya daging semua, khususnya untuk ilmu psikologi. Tanpa berlama-lama lagi, langsung baca terus ulasannya!

Perbedaan nyata dalam hubungan

sumber: idntimes.com

Dari film pertama, Bima dan Dara ini punya perbedaan yang kontras banget. Mulai dari perekonomian yang berimbas pada lingkungan mereka dibesarkan (kompleks dan perkampungan), visual (gak body shaming tapi pasti kalian tahu maksudku), Karakter (Dara digambarkan sebagai cewek ambisius, selalu nilainya bagus, dan berprinsip. Sementara Bima digambarkan jadi murid biasa saja, kurang termotivasi, dan agak close minded), hingga karakter orang tua. Ternyata perbedaan-perbedaan ini ngaruh banget untuk keberlangsungan sebuah hubungan, lho. 

Di film kedua ini semakin terlihat adanya "kesenjangan" dari kedua keluarga ini. Kuberikan contoh, dimana Dara yang melanjutkan kuliah ke Korea, punya pola pikir yang lebih dewasa, open minded, dan berpikir maju. Intinya seperti kata Dara "aku improve" (atau evolved ya?), yang artinya si Dara ini selama 4 tahun ini semakin berkembang secara pribadi. Si Dara juga kayaknya sempat menyinggung Bima dengan dialog "aku bukan Dara yang pacar SMA kamu". Sementara Bima kayaknya masih stay disitu-situ aja, dengan pola pikirnya yang masih stagnan. Kamu bisa melihat indikatornya dari beberapa dialog, "Itu memang bawaan si Adam dari lahir sudah emosian (?) (pas di ruang konseling bareng psikolog)", atau "ya aku memang malas yaudah", dan gak mau baca dan ikut edukasi di perkampungannya (padahal gratis). 

Kesenjangan ini akhirnya berdampak pada interaksi mereka dan cara mereka memandang permasalahan sekaligus penyelesaiannya, contohnya seperti Bima yang bingung kenapa anak seumuran Adam sudah harus tahu minatnya apa. Atau seperti Bima yang gak mau lagi datang ke psikolog karena gak ngerti apa tujuannya (tapi kalau melihat dari background Bima, kayaknya wajar ya kalau agak asing dengan hal hal ginian). Begitupun ketika si Dara lagi ngomong serius terkait rencananya untuk kembali ke Korea, tapi si Bima malah fokus ke atasan Dara di Korea yang sepertinya menyimpan affairSepanjang tengah film yang ada konfliknya, si Dara terlihat menggebu-gebu banget untuk menyuruh Bima memaksimalkan potensi yang dimilikinya, sementara si Bima nampak woles dan gak ngerti juga harus ngapain. 

Hubungan badan (gak) selalu menjadi jalan penyelesaian masalah rumah tangga

sumber: instagram.com/duahatibiruofficial


Ada suatu scene dimana Keanu menyarankan Bima untuk membelikan baju haram untuk Dara pas lagi di pasar, yang kemudian di sambut dengan muka masam oleh Dara saat di rumah (padahal si Bima sudah menggebu-gebu banget). Meskipun kesannya scene ini hanya untuk pemanis, namun sebenarnya bisa dimaknai juga. Gak sedikit pasangan yang merasa ketika ada masalah dalam hubungannya, maka jalan penyelesaiannya adalah baju haram alias berhubungan badan di kasur. Aku pernah juga menemui beberapa meme di Instagram yang nyeletuk semacam "kalau lagi berantem sama suami, pasti besoknya keramas". Memang cuma jokes, tapi sebenarnya masih banyak yang beranggapan bahwa urusan rumah tangga akan selesai di ranjang. Memang akan membuat emosi mereda sesaat, tapi akar permasalahan yang sebenarnya belum teratasi.

Tentang harga diri laki-laki

sumber: instagram.com/duahatibiruofficial

Mulai dari pimpinan tempat Bima bekerja mengeluhkan kenapa malah Bima yang menjaga anak dan bukan malah ibunya? Semakin dikomporin lagi ketika si bos sudah membahas mengenai harga diri Bima sebagai seorang suami dan kepala rumah tangga yang diinjak-injak. Meski awalnya Bima positive thinking bahwa Dara gak begitu, namun adegan berikutnya justru semakin membuat Bima berpikir bahwa si Dara memang sedang "menginjaknya" (meski mungkin Dara gak bermaksud begitu).

Adegan tentang Dara yang bekerja di lab kecantikan kemudian Bima di rumah menjaga anak dan membersihkan rumah, itu sudah membuatku menebak konflik berikutnya. Hal ini dibuktikan saat scene gas habis. Bima akhirnya menceritakan bahwa dirinya sudah resign dari kerjaan lamanya tanpa menceritakan apa penyebab aslinya. Dara berniat untuk menghibur Bima, namun dengan dialog yang tanpa disadarinya, membuat Bima mempertanyakan mengenai harga dirinya sebagai laki-laki dalam perannya sebagai suami dan kepala rumah tangga. "kita lihat sisi positifnya. Rumah jadi lebih rapi, kamu jadi selalu ada untuk mengurus Adam. Adam happy, kamu happy, kamu gak stres lagi". Begitu dialog ini keluar, disambut dengan ekspresi bingung Bima yang bingung harus senang atau tersinggung, yang akhirnya dia hanya tersenyum kecut sambil bilang terima kasih atas uang yang diberikan oleh Dara.

Selain uang untuk beli gas, Dara juga memberikan uang tambahan yang katanya adalah untuk "uang jajan" Bima. Bima yang menolak kemudian diyakinkan oleh Dara dengan, "Gak apa-apa. Kan ini memang tanggung jawab aku untuk kasih uang ke kamu (mungkin karena maksudnya si Dara kerja dan dapat uang, jadi uang ini untuk kebutuhan rumah kita)" yang kemudian dilanjutkan dengan dialog yang membuat Bima merasa semakin rendah diri, "kalau semisal dibalik, memang kamu bisa kasih uang jajan aku?" Lho lho lho. 


sumber: sumber: instagram.com/duahatibiruofficial

Kebetulan aku nonton film ini bareng suamiku, yang kemudian kita diskusikan begitu keluar dari bioskop. Dari sudut pandang suamiku sebagai laki-laki, harga diri laki-laki itu intinya adalah dia ingin bisa diandalkan dan gak menjadi beban untuk pasangannya. "laki-laki itu suka kalau direpotin. Itu artinya dia dibutuhkan" katanya. Cukup relate dengan yang ada di film Dua Hati Biru ini, dimana Bima mungkin bingung karena dia merasa justru menjadi beban untuk Dara, dan malah meng-handle pekerjaan rumah (yang dalam benak dan lingkungan si Bima harusnya wajib dilakukan oleh perempuan atau istri). 

Adegan diskusi empat mata antara Bima dan bapaknya ini juga penting menurutku. Disitu si Bapak menanyakan pada Bima mengenai, definisi menjadi laki-laki atau suami menurutnya itu seperti apa? (sepertinya si Bapak menyadari bahwa Bima merasa harga dirinya sebagai laki-laki gagal). Penjelasan si bapak mengenai bagaimana si ibu Bima itu justru banyak membantu beliau sepertinya cukup melegakan hati Bima.

Suami itu memang dalam lingkungan masyarakat memiliki peran sebagai pemimpin, kepala keluarga, dia yang bekerja dan menafkahi. Apalagi patriarki masih ada di beberapa tempat, ya. Namun seiring perkembangan zaman, para wanita juga mendapatkan kesempatan untuk berkembang dan bekerja. Namanya juga peran sosial, pasti lebih fleksibel untuk berubah. Belum lagi dalam hidup ini kan ada banyak kejadian diluar prediksi BMKG. eh, maksudnya kita. Ada kalanya suami tidak bisa bekerja mencari nafkah karena satu sebab, contoh: kecelakaan, merawat orang tua, dan sebagainya. Ya, gak ada salahnya juga bagi istri untuk mencoba membantu perekonomian keluarga. Apakah lantas harga diri laki-laki langsung tercoreng? Ya sebenarnya tidak juga. 

Hal yang gak bisa kita ubah adalah jenis kelamin (eh kecuali operasi ding). Kalau kita dilahirkan memiliki vagina, ya kita perempuan. Kalau dilahirkan dengan penis ya berarti laki-laki. Berbeda dengan peran sosial seperti yang kujelaskan sebelumnya. Lantas, apakah di film ini Dara salah? Gak juga, sih. Dalam film ini sebenarnya Dara berniat baik namun mungkin karena masih menjadi orang tua muda di usianya tersebut, hal-hal semacam ini belum dipahami saja olehnya.

Intinya, laki-laki memang punya semacam harga diri dalam perannya sebagai suami dan kepala rumah tangga. Sebagai seorang perempuan yang menjadi pasangannya, kita tetap boleh banget kok misalnya punya pekerjaan yang gajinya lebih tinggi, sekolah lebih tinggi dari suami dan sebagainya. Namun, pastikan bahwa kita masih memberikan dia kesempatan untuk menjadi orang yang bisa diandalkan dan jangan lupa untuk tetap menghormatinya. 

Pesan buat para pihak cowok, tolong jangan membiarkan insecure itu menggerogotimu. Kalau memang kamu punya potensi yang perlu digali, coba dimaksimalkan. Ubah sudut pandang bahwa pasanganmu itu akan menginjak harga dirimu kalau dia lebih baik darimu di segalanya aspeknya. This is 2024, you guys. 

Beda pemilihan kalimat, beda emosi dan respon yang akan dihasilkan

sumber:idntimes.com

Masih ingat scene dimana Dara dan Bima menghadiri semacam acara edukasi untuk pasangan di perkampungannya Bima? Saat itu topiknya kalau gak salah tentang bagaimana cara berkomunikasi yang 'baik' dalam hubungan. Dara dan Bima diminta untuk jadi contoh di depan para ibu-ibu (serta bapak-bapak yang ada di balik pagar) alias mempraktekkan materi. Keduanya diminta untuk mempraktekkan gaya komunikasi yang salah (pertama) dan yang sesuai (kedua). Bisa dilihat di praktek pertama, Dara melontarkan kalimat, "kok kamu pulang telat? aku gak suka kamu pulang telat" diiringi dengan nada meninggi yang disambut dengan tatapan tajam serta raut wajah yang gak enak dari Bima. Bahkan si Bima ikutan 'terpancing' sampai harus disadarkan oleh ibu-ibu bahwa ini hanyalah roleplay.

Kemudian di praktek kedua, ketika Dara mengganti kalimatnya dengan memusatkan pada "bagaimana dan apa yang dipikirkannya" kepada Bima, Bima merespon dengan lebih 'pengertian'. Terbukti ketika Bima diminta menyampaikan pendapatnya, Bima menyampaikan bahwa komunikasi kedua membuatnya lebih tenang dan lega karena gak merasa diomelin. Yup, ini adalah salah satu teknik dalam berkomunikasi. Pemilihan kata serta intonasi itu sangat penting. Salah kata dan intonasi, bisa membuat lawan bicara jadi tersinggung bahkan menangkap maksud yang keliru. Selain itu, cara penyampaian pun juga bisa menjadi kunci penting komunikasi yang sehat.

Ketika kamu sedang bertengkar atau berdebat dengan pasangan (atau siapapun), cobalah untuk mulai mengubah caramu dalam berkomunikasi. Alih-alih memusatkan pada "dia", coba untuk pusatkan pada "dirimu". Daripada kamu menyalah-nyalahkan dia dengan "kamu kenapa sih kok begitu? kamu itu selalu bikin aku marah, kamu selalu mengecewakan, kamu selalu, bla bla bla", akan lebih oke kalau kamu langsung menyampaikan apa yang kamu pikirkan dan rasakan? tujuannya apa? membuatnya lebih mengerti sudut pandangmu dan men-delay emosinya. Contoh penyampaiannya sudah dicontohkan oleh Dara dalam scene tersebut. Contoh lainnya adalah "aku merasa kamu akhir-akhir ini pulang malam. Aku merasa kesepian. Aku berharap kamu punya waktu untuk menemani aku". Coba bedakan dengan "kamu selalu gak ada waktu untuk aku. Kamu gak sayang aku!" see?

Ketika orang tua berantem, anak akan berpikir dialah penyebabnya

sumber: suara.com

Ada beberapa scene dimana si Adam ini ikutan emosi dan bahkan minta maaf ketika kedua orang tuanya sedang berantem. Ujung-ujungnya adalah scene dimana Adam lagi mau sekolah pertamanya dan gak mau masuk kelas karena pelajarannya mewarnai. Adam mengatakan bahwa kalau dirinya gak suka mewarnai di kelas, nanti orang tuanya (Bima dan Dara) akan bertengkar lagi. Pernyataannya sempat membuat Dara dan Bima kaget dan saling berpandangan.

Yup, bagi anak yang belum mengerti atau dewasa, mereka terkadang berpikir bahwa orang tuanya berantem karena dialah penyebabnya. Lantas, apakah berarti orang tua gak boleh berantem? Kalau aku menjawab iya, rasanya gak mungkin. Aku sempat menemukan jurnal yang mengatakan bahwa ketika orang tua berantem, justru ini adalah momen dimana anak akan belajar dan mengetahui bagaimana cara komunikasi serta penyelesaian masalah yang baik. Karena sekali lagi, orang tua akan menjadi role model bagi anak-anaknya. Tapi tentu saja banyak yang menyarankan untuk gak bertengkar di depan anak. Kalaupun ada hal yang perlu dibicarakan dan terpaksa melakukannya di depan anak, usahakan untuk menggunakan cara-cara yang konstruktif. Contohnya adalah berdiskusi dan pemilihan kata sertan penyampaian yang tepat. 

Hal ini sesuai dengan respon  Bima atas pernyataan Adam yang sempat mengejutkan keduanya, bahwa kalau mereka lagi marahan, mereka berjanji untuk gak teriak-teriak lagi. Dari sini bisa kita simpulkan bahwa Bima dan Dara gak janji bahwa mereka gak akan berantem (karena ini hal yang mustahil), namun akan memilih cara berantem yang lebih positif dan membangun bagi hubungan mereka. 

Pola asuh orang tua dan pengasuh lainnya kadang berbeda

Sepanjang film juga disajikan konflik mengenai bagaimana cara yang benar dalam mengasuh Adam? Dara merasa jika orang-orang di sekitar terlalu memanjakan Adam. Ibu Bima juga sempat merasa Dara masih terlalu muda untuk tahu mengenai "parenting" yang benar. Beliau bahkan mengatakan "mendisiplinkan anak kok sampai bikin anaknya nangis?" keluhan para nenek yang cucunya lagi diajak untuk disiplin oleh orang tua, yang kadang bikin si ibu atau ayah geleng geleng. 

Memang, beda orang, beda pemahaman, beda pula cara pola asuhnya. Anak akan tumbuh salah satunya juga berdasarkan bagaimana pola asuh yang diterimanya. Kalau di film ini, Adam sempat merasa ada perbedaan dalam mengasuh dirinya, antara diasuh oleh ibu nenek alias ibu Bima versus oleh Dara. Adam bahkan sempat bilang kalau Dara jahat, bukan? 

Itulah sebabnya dalam mendidik anak akan lebih baik jika berfokus pada satu bentuk pola asuh saja, dan tentunya harus dipastikan jika itu pola asuh yang tepat. Boleh saja dititipkan kepada nenek ataupun pengasuh, namun pastikan sebagai orang tua, kita perlu menjelaskan aturan-aturan yang harus diterapkan pada anak. Istilahnya, konsisten. 

Sebenarnya masih banyak banget ilmu psikologi yang bisa diambil dari film ini. Tapi daripada kepanjangan, mending diskusi langsung di kolom komentar, ya! Salah satu yang belum terjawab, maksud dan tujuan keberadaan ondel-ondel, sih. Menurut kalian, apa tujuannya?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film Psikologi Hari Ini: Joker: Folie à Deux (2024)

Review Film Psikologi Hari Ini: Inside Out 2, Pubertas Riley hingga Anxiety Attack! (2024)