Review Film Psikologi Hari Ini: Jatuh Cinta Seperti di Film-Film

sumber: imdb.com


(Awas Spoiler!)

Ada tiga hal psikologis banget, yang bisa dipelajari dari film ini, lho!

Meski judulnya ada unsur "jatuh cinta" nya, tapi jangan berekspektasi kalau didalamnya ada scene romantis, gombalan, love bombing ala kisah cinta remaja. Pun, ketika Bagus optimis berkata bahwa kisah cinta orang dewasa di usia nyaris 40 akan sama, bahkan lebih seru, daripada cinta kasih remaja SMA. Kamu gak akan menemukan adegan, let say, hot atau panas yang "khas" orang dewasa 21+. Nope. 

Kamu justru akan disuguhi dengan lika liku percintaan dewasa yang sebenarnya realistis. Gak terlalu yang romantis sampai kamu mikir "di kenyataan kayaknya gak akan se-effort itu", tapi juga gak se-boring seperti kata Hana pas lagi nongki sama Bagus setelah belanja di supermarket. Benarkah orang dewasa kalau jatuh cinta itu gak semenarik jatuh cinta remaja?

Ya, ada benarnya juga kata Hana. Jatuh cinta di usia dewasa itu gak seperti saat remaja. Tenang, ini bukanlah sebuah kutukan. Tapi memang pada kenyataannya, faktor seperti tuntutan, ekspektasi, dan kematangan psikologi, juga mempengaruhi hubungan percintaan orang dewasa. Dewasa disini kita ambil titik di usia 30 tahunan, ya. Dengan kematangan psikologi yang ada pada individu dewasa, berpengaruh pada "kriteria" yang ditetapkan pada kekasihnya. Bukan lagi harus ganteng dan pintar di kelas, tapi lebih ke arah mampu memahami, menghargai, terbuka, bertanggung jawab, dan sebagainya.
Belum lagi kriteria lain yang lebih spesifik bergantung pada kebutuhan seperti menyukai anak anak, memiliki pekerjaan, memiliki bisnis, mampu menerima anak kandung dengan baik, bersedia membantu merawat orang tua yang sedang sakit, dan sebagainya.

Bukan berarti gak seru, namun lebih banyak pertimbangan dan berkurangnya love bombing. Sehingga biasanya mereka yang individu dewasa ini jatuh cinta dengan lebih santai, membumi, biasa saja, meskipun memang lebih "ribet". 

Kita juga bisa sambil belajar ilmu psikologi dengan mempelajari teori segitiga cinta milik Stenberg. Stenberg, profesor Psikologi, mengatakan jika hubungan cinta itu adalah kombinasi dari tiga unsur, yaitu intimacy (kedekatan), passion (gairah), dan commitment (komitmen).

Singkatnya, intimacy adalah rasa kedekatan secara psikologis/perasaan hangat diantara dua orang yang saling jatuh cinta. Sementara Passion/gairah biasa diartikan sebagai ketertarikan fisik atau secara seksual. Yup, kita tentu mempertimbangkan jatuh cinta pada seseorang terkadang lewat visualnya dulu. But its okay, gak ada yang salah. Lalu ada commitment/komitmen.

Ketiga kombinasi ini adalah hubungan cinta idaman setiap orang. Goals lah istilahnya. Sayangnya, terkadang dalam sebuah hubungan, kombinasinya hanya terdiri dari dua bahkan satu unsur saja.

sumber: revelpreview.pearson.com

Cinta remaja anak SMA, biasanya terdiri dari intimacy dan passion. Ada kedekatan dan gairah. Maklum, masih pubertas dan mencari jati diri. Lagi suka eksplor. Itu sebabnya jatuh cinta saat SMA itu terasa menggebu. Sayangnya terkadang unsur komitmennya belum terlalu terbentuk. Itu sebabnya (lagi) kadang orang dewasa menyebut hubungan remaja sebagai cinta monyet. Tentu beda dengan jatuh cinta ala Hana dan Bagus, bukan? 

Selain itu, dari film ini, mungkin tema besar lainnya adalag tentang keberdukaan (grief). Di dalam ilmu psikologi, keberdukaan ini terdiri dari lima tahap. Kerap disebuh stage of grief, dimana setiap orang yang mengalami masa kedukaan, akan selalu melewati 5 langkah ini, meski setiap orang memiliki perbedaan kecepatan dalam berpindah dari satu tahap ke tahap lainnya. Dan, perjalanannya gak selalu naik, bisa saja kembali ke tahap yang sebelumnya.

sumber: speakinggrief.org

Step 1 adalah Denial. Tahu kan di sinetron yang biasanya pemerannya berkata, "tidak, tidak, ini tidak mungkin terjadi!!!" nah, semacam itu lah. 
Step 2 adalah Anger atau fase marah. Contoh, semisal seseorang tersebut meninggal di rumah sakit, pihak keluarga merasa marah kepada dokter yang gak berhasil menyelamatkannya. Bisa juga marah kepada Tuhan, karena telah mengambil orang yang terkasih. 
Step 3 adalah Depression atau masa depresi, adalah masa jatuh sejatuh-jatuhnya. Merasa bahwa kehidupan telah berakhir bersama dengan perginya orang terkasih. Biasanya mereka gak mood untuk makan, bahkan ada yang merasa ingin menyusulnya.
Step 4 adalah Bargaining atau semacam negosiasi. Ada beberapa orang yang masih berandai-andai. Andaikan waktu diputar kembali, aku akan... . semacam itu lah. 
Step 5 adalah acceptance atau penerimaan. Disini, orang yang berduka mulai berusaha menerima 'takdir' yang dialaminya. Mereka biasanya mulai mendapatkan insight baru, mulai mendapat semangat untuk bangkit, meskipun terkadang masih tetap teringat. Biasanya tahap ini membuat seseorang mengenang kebaikan almarhum, pun dengan cerita yang menginspirasi. 

Dalam film JCSDFF, sepertinya Hana masih berada dalam tahap depression (scene hitam putih), dimana dirinya merasa trauma untuk tidur di kamar, dan memilih tidur di sofa. Hana juga merasa kehidupan percintaannya pun telah usai. Namun dalam scene warna warni, Hana justru seperti berada dalam tahap acceptance/penerimaan. Hana justru mengatakan hal bijak, bahwa menerima itu bukan berarti berhasil melupakan. Menerima itu adalah bagaimana kita tetap menjalankan hidup sebagaimana mestinya dan membuka kesempatan-kesempatan baru dalam hidup. 

Kemudian, ada disinggung mengenai false belief. Apa itu? Kalau dibahasa Indonesiakan, ya berarti keyakinan yang salah. 

sumber: westcoastrecoverycenters.com

Keyakinan yang salah ini berasal dari pemahaman yang salah. Sekalipun telah ada bukti logis atau fakta akan sesuatu hal, seseorang tersebut tetap mempertahankan perspektif negatifnya.

False belief ini nantinya akan berdampak pula pada bagaimana seseorang tersebut bertindak atau berperilaku. Contohnya adalah ketika false belief mu adalah gak ada satu orang pun yang mencintai kamu. Tanpa sadar, kamu akan menutup diri, gak pede ketika ada orang yang mendekatimu, atau bahkan berpikir negatif bahwa orang tersebut hanya memanfaatkanmu saja. Hana dan Bagus kemarin sempat menyampaikan false belief nya masing-masing. Ada yang masih ingat false belief Hana?

Dalam ilmu psikologi, keyakinan yang salah ini biasa ditangani dengan terapi CBT atau Cognitive Behavior Therapy. Terapi ini nantinya bertujuan untuk mengganti pemikiran yang keliru dengan pemikiran yang lebih adaptif.

Sekian dulu untuk review-nya. Overall, film ini layak banget untuk ditonton!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film Psikologi Hari Ini: Dua Hati Biru (2024)

Review Film Psikologi Hari Ini: Joker: Folie à Deux (2024)

Review Film Psikologi Hari Ini: Inside Out 2, Pubertas Riley hingga Anxiety Attack! (2024)